www.omaQ_.org042Kadang kita merasa heran ketika melihat mereka yang berbuat maksiat itu banyak juga yang malah hidup enak. Hidup berkecukupan. Punya jabatan mentereng, mobil mewah, rumah megah, dan kekayaan melimpah. Kondisi hidupnya itu ditunjang karena hasil dari usaha membuka rumah judi, menjual minuman keras. Sementara kita yang insya Allah taat kepada Allah dan sepenuh hati melaksanakan ajaran Islam, kok malah hidup miskin dan menderita?

Kadang kita heran juga ngelihat Bashar Assad, pemimpin Suriah yang udah memerintahkan para begundalnya untuk membunuhi rakyatnya sendiri yang menentang kedudukannya, malah aman-aman saja dan hidup tenang dan menikmati kesewenang-wenangan meski kekuasannya berlumuran darah kaum muslimin, rakyatnya sendiri. Selain itu, kita juga menyaksikan banyak orang yang maksiat tapi pinter-pinter dari sisi akademik, para aktivis liberal yang memang menentang Islam kok malah hidup berkucukupan, orang-orang kafir banyak yang kaya-raya. Ada apa di balik semua ini?

Rasulullah saw. bersabda: “Apabila kamu menyaksikan seorang hamba mendapatkan dari Allah Ta’ala apa yang ia sukai dari kehidupan dunia, namun ia terus berkecimpung dalam kemaksiatan, maka ketahuilah bahwa semua itu hanyalah istidraj.(dalam kitab Wa Aswataah Wa In ‘Afauta)

Lalu Rasulullah saw. membacakan firman Allah Swt.: “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS al-An’aam [6]: 44)

Sahabat, dari ayat ini bisa dipahami tentang makna istidraj, yakni penangguhan hukuman dan ditundanya azab. Itu sebabnya, jangan merasa aman ketika kita telah begitu banyak dikelilingi kemewahan hasil perbuatan maksiat kita. Jangan merasa bangga hidup berkecukupan meski selalu berbuat dosa. Karena, itu hanya penangguhan saja dari Allah.

Semoga kita cepat sadar ya. Betul bahwa anak keturunan Adam tak bisa lepas dari dosa, tetapi sebaik-baik yang berbuat dosa adalah mereka yang bertobat. Tobat tak mau melakukan maksiat lagi. Menghindari maksiat dan senantiasa taat kepada Allah sewrta berharap ampunan dariNya.

Kita pantas untuk waspada, karena Allah sudah menggambarkan tentang keadaan orang-orang kafir. Tentu saja kita tak mau digolongkan dengan mereka. Allah menjelaskan dalam firmanNya: “Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah loteng-loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya. Dan (Kami buatkan pula) pintu-pintu (perak) bagi rumah-rumah mereka dan (begitu pula) dipan-dipan yang mereka bertelekan atasnya. Dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan (dari emas untuk mereka). Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS az-Zukhruf [43]: 33-35)

Ayat ini, merupakan rangkaian dari ayat 31 dalam surat tersebut yang memaparkan tentang kekayaan dan perhiasan hanyalah kenikmatan hidup dunlawi, sedang kebahagiaan di akhirat hanya dapat dicapai dengan takwa. Jadi, tak perlu iri jika ada orang yang selalu berbuat maksiat dan bangga dengan dosa-dosanya serta zalim, namun dia justru memiliki kekayaan atau kesenangan duniawi lainnya. Sebab, dia sebenarnya hanya ditangguhkan hukumannya dan ditunda azabnya, yakni dia dalam kondisi istidraj. Naudzubillah.

Salam,
O. Solihin
Ingin berkomunikasi dengan saya? Silakan via Twitter di @osolihin

*Gambar dari sini