gaulislam edisi 868/tahun ke-17 (4 Zulhijah 1445 H/ 10 Juni 2024)

Viral di medsos sebuah video yang menggambarkan ada sekelompok remaja putri yang makan di resto cepat saji, kemudian melakukan penghinaan dengan menyamakan daging ayam goreng yang mereka santap dengan daging anak Palestina korban genosida Israel di Gaza. Ini kan sakit jiwa. Sesama manusia aja dia nggak peduli, apalagi sama yang lainya. Nggak ada empatinya sama sekali. Kalo mereka muslim jelas aneh. Alih-alih empati, malah mencaci dan menghina. Kalo mereka orang kafir, ya memang begitu kelakuannya sebagaimana yang udah dijelaskan dalam al-Quran. Mereka benci dengan kaum muslimin. Gembira dengan penderitaan kaum muslimin.

Sebenarnya sih secara umum, kalo ada orang yang benci kepada orang lain tanpa sebab yang dibolehkan syariat, atau merasa iri bin dengki alias hasad atas nikmat yang Allah berikan kepada orang lain, atau juga menganggap diri lebih mulia (ujub) dibanding orang lain, ditambah juga merendahkan orang lain dalam berbagai aspek (sombong), maka itu udah pasti punya penyakit hati, jiwanya sakit. Itu sebabnya, bagi seorang muslim diajarkan untuk menghindari sifat-sifat yang demikian. Jika pun terpapar, maka segera sadar dan berusaha untuk memperbaiki diri. Bertaubat lalu memperbanyak amal shalih.

Pasti heran banget kan kalo seorang muslim benci kepada muslim lainnya tanpa sebab yang dibolehkan syariat. Misalnya, benci karena dia lebih baik dari kita. Ini kan aneh. Tapi kalo benci atas perbuatan maksiat yang dilakukannya, itu baru boleh. Boleh benci di sini maksudnya membenci perbuatannya, bukan orangnya. Kalo orangnya, sesama muslim wajib menasihati, sesama manusia saling menghormati. Jangan mencela orangnya. Cela perbuatannya, nasihati orangnya. Tapi emang kalo muslim benci syariat Islam dan kaum muslimin, itu agak lain, tepatnya aneh.   

Intinya, kalo muslim benci muslim tanpa sebab yang diatur syariat, maka perlu diingatkan dan dinasihati. Kalo orang kafir benci muslim, memang udah biasa. Karakter mereka begitu. Walau demikian, ada saja di antara orang kafir yang mendapat hidayah kemudian masuk Islam. Alhamdulillah. Namun, secara umum memang mereka nggak suka alias benci dengan Islam dan kaum muslimin. Sehingga kita nggak boleh menjadikan mereka sebagai teman akrab, sebagaimana dalam al-Quran surah Ali Imran ayat 118.

Mengapa remaja bisa sakit jiwa?

Sobat gaulislam, kalo ukurannya remaja memang bisa kita pahami bahwa remaja itu masih di usia yang belum dewasa banget, ya. Jadi masih ada labilnya. Mudah tergoda sesuatu yang menurutnya keren atau enak atau menyenangkan. Belum berpikir lebih jauh. Itu sebabnya, di zaman sekarang ini banyak remaja yang mengalami berbagai penyakit jiwa, dalam konteks ini, penyakit hati. Sombong, riya, sum’ah, ujub, hasad dan lainnya muncul bisa serentak, lho. Mengapa bisa begitu? Di zaman kiwari yang dihubungkan dengan internet, segala informasi dan berita serta opini bisa dijangkau hanya dari genggaman tangan. Smartphone menjadi penghubung di antara banyak orang, baik yang saling mengenal, maupun yang tidak saling mengenal tetapi dipertemukan dalam kanal media sosial.

Dampaknya, tentu saja bisa saling terinspirasi, bahkan muncul juga berbagai keinginan dan harapan. Bisa jadi kepengen tenar, pengen populer, ada istilah pansos alias panjat sosial supaya dikenal orang, terobsesi melakukan sesuatu yang kemudian berharap jadi viral sehingga dikenal banyak orang. Bukan saja saling terinspirasi dalam kebaikan, tetapi juga dalam keburukan. Jika ada yang berhasil melakukan sesuatu yang viral macam video orang joget-joget nggak jelas di TikTok atau dulu pernah ada yang menjadikan pohon pisang sebagai sansak lalu diberikan narasi “Salam dari Binjai”. Ada juga yang bikin konten ngawur dan membahayakan seperti mendokumentasikan bis atau truk di jalan dengan atraksi tertentu. Bisa banget yang begituan menjadi inspirasi orang untuk melakukan hal yang sama, bahkan mungkin ada yang ngiri terhadap orang yang pamer harta, muncul deh sifat hasad. Pengen bisa nyaingin, akhirnya jadi ujub dan sombong, ada yang riya’ dan sejenisnya. Termasuk yang viral gara-gara menghina anak-anak Palestina korban genosida Israel saat sekelompok remaja putri di sebuah restoran cepat saji. Begitulah, jadi banyak faktor.

Itu sebabnya, sebenarnya kalo kita perhatiin faktanya, itu kebuka lho apa yang ada di pikiran dan hati mereka. Jiwa mereka sakit. Kalo orang waras, pasti mikir seribu kali atau lebih dari itu. Sebelum melakukan perbuatan tersebut akan mikir dulu dampaknya, akibatnya. Ditimbang-timbang. Itu karena nggak punya ilmu, ditambah nggak punya iman. Akhirnya, ya bablas.

Membersihkan jiwa

Sobat gaulislam, tulisan ini ditujukan buat kita semua yang muslim, ya. Sekadar saling mengingatkan dan memberikan sedikit nasihat karena sering juga di antara kita terpapar penyakit hati atau jiwa. Sehingga memang kudu dibersihkan. Tentu, supaya nggak sakit jiwanya. Sebab, kalo udah sakit bikin berabe. Kalo nggak suka sama orang, bahkan sampe merasa kudu menghilangkan nikmat yang ada pada diri orang tersebut, itu namanya hasad. Jiwa yang sakit tersebab iri bin dengki dengan nikmat yang ada pada diri orang lain. Ini kudu dibersihkan. Jangan sampe terus melekat dalam diri kita.

Gimana membersihkan sifat hasad yang merusak jiwa kita? Mengutip laman rumaysho.com, ada dua pengertian hasad. Ada pengertian versi jumhur sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Musthafa al-‘Adawi, “Hasad adalah menginginkan hilangnya nikmat yang ada pada orang lain.” (at-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Juz ‘Amma fii Sual wa Jawab, hlm. 720)

Ada juga pengertian hasad sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Hasad adalah membenci dan tidak suka terhadap keadaan baik yang ada pada orang yang dihasad.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:111)

Hasad adalah sifat jelek karena kebencian yang ada disebabkan oleh kurang berimannya kita kepada takdir Allah dan tidak setuju pada pembagian karunia Allah. Ada juga sebabnya karena cinta dunia, takut disaingi, takut diejek oleh orang lain, dan lemahnya iman.

Jadi, untuk menghindari atau membersihkan jiwa dari sifat hasad, ada beberapa yang harus kita lakukan. Pertama, upgrade iman dan ilmu supaya bisa mengetahui dan paham akan dampak jelek bagi kita kalo sampe hasad. Kedua, karena udah tahu ilmunya dan berdasar iman kita, maka yang harus dilakukan berikutnya adalah mengingat akan dampak buruk hasad tersebut agar kita tak melakukannya. Ketiga, selalu bersyukur dengan yang sedikit. Berapa pun nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepada kita, wajib disyukuri. Keempat, dalam urusan dunia, mestinya kita selalu memandang orang yang berada di bawah kita, jangan yang di atas kita. Sebab, kita akan berpikir bahwa kita masih ada lebihnya ketimbang orang yang berada di bawah kita. Sehingga jadinya bersyukur. Kelima, banyak mendoakan kebaikan pada orang yang mendapatkan nikmat karena jika mendoakannya, kita akan dapat yang semisalnya. Keenam, melakukan yang bertolak belakang dengan niatan hasad. Contohnya, ketika kita nggak suka pada seseorang karena ia punya baju baru, berilah hadiah kepadanya agar hasad dari diri kita hilang. Kalo nggak sanggup, ada yang paling minimal yang dilakukan, yakni mendoakan yang punya baju baru tersebut kebaikan dan keberkahan.

Oya, perlu saya jelaskan secara umum bahwa dampak jelek dari hasad itu bakalan merugikan pelakunya. Nih, saya jembrengin biar kita bisa wanti-wanti atau waspada, ya. Dampak buruk hasad itu di antaranya adalah: orang yang hasad berarti menentang takdir Allah; orang yang hasad itu mirip dengan orang musyrik, yakni orang musyrik itu bersedih kala ada yang memperoleh kebaikan. Akan tetapi jika memperoleh bencana, malah bergembira; orang yang hasad itu menjadi bala tentara setan; orang yang hasad itu memecah bela kaum muslimin; kebaikan orang yang hasad akan hilang; orang yang hasad akan terus berada dalam keadaan sedih; orang yang hasad itu sebenarnya menginginkan sendiri pada dirinya bencana; orang yang hasad menyebabkan turunnya musibah karena setiap musibah itu disebabkan karena dosa; orang yang hasad tidak disukai manusia. Duh, ngeri banget, deh!

Oya, ini baru satu penyakit jiwa, yakni hasad. Belum lagi penyakit riya, sombong, ujub, dan sum’ah (senang jika ada orang menyebut atau memuji kebaikannya). Semoga kita terhindar dari sifat-sifat yang demikian. Naudzubillahi min dzalik.

Jadilah orang baik

Sobat gaulislam, untuk bisa empati terhadap orang lain, sebenarnya bisa dilakukan banyak orang, apa pun agamanya. Selama masih manusia dan bisa berpikir dengan normal mestinya akan saling peduli. Emangnya kalo di jalan ada orang yang butuh pertolongan kita, tetapi kita tanya dulu agamanya apa, kalo seagama ditolong kalo nggak seagama ditinggal? Nggak, kan? Menolong ya menolong saja sebagai sesama manusia. Di rumah sakit umum, tentu secara profesional para dokter dan nakes akan menolong pasien, apa pun agama mereka. Kalo pun ada RS yang dikelola muslim dan hanya diperuntukan muslim niat awalnya, tapi bukan berarti kalo suatu saat ada pasien kritis datang ke situ yang ternyata bukan muslim, nggak ditolong. Ya, nggak begitu juga. Tetap wajib ditolong.

Adanya RS dikelola kaum muslimin atau RS yang dikelola nonmuslim, dan secara fakta memang ada, itu persoalan kenyamanan masing-masing pemeluk agama dan kemudahan urusan terkait agama. Bagi kita kaum muslimin, tentu lebih nyaman jika berobat ke RS yang dikelola muslim atau RS umum tetapi nakes dan dokternya banyak muslim. Kenapa? Ya, namanya juga manusia suatu saat akan mati, apalagi datang ke RS karena sakit. Kalo di RS Islam, saat sakaratul maut setidaknya ada yang mendampingi, yakni dokter dan nakes (kalo keluarganya belum datang atau nggak ada) yang muslim untuk ditalkin. Agar akidahnya tetap terjaga sampai akhir hayat. Gimana jadinya kalo datangnya ke RS nonmuslim, khawatir malah dimurtadkan saat sakaratul maut. Naudzubilahi min dzalik.

Ngomongin soal anak-anak Palestina korban genosida Israel, yang kemudian dijadikan lelucon, itu namanya keterlaluan. Nggak ada empati, dan nggak pantes aja sebagai manusia. Coba kalo kelompok remaja tersebut ada di posisi anak-anak Palestina yang jadi korban genosida Israel, mereka suka nggak jadi bahan candaan? Marah nggak? Ortu mereka murka nggak? Itu yang seharusnya mereka atau siapa pun berpikir sebelum melakukan perbuatan, apalagi perbuatan bejat model begitu.

Aneh aja sih, ketika banyak orang dari banyak agama di berbagai negara justru mendukung Palestina dan mengecam Israel, kok ini ada remaja di Indonesia yang sebenarnya negeri mayoritas muslim, malah melakukan perbuatan keji macam begitu. Menyedihkan.

Jadilah orang baik, apalagi bagi kita yang muslim. Tunjukkan kepedulian sesama muslim. Minimal banget mendoakan kebaikan bagi saudara-saudara kita di Palestina atau dan di belahan bumi lainnya. Lebih keren lagi ngasih bantuan yang bisa kita upayakan berupa uang, makanan, dan obat-obatan. Lebih hebat lagi, seluruh pemimpin negeri muslim sepakat mengirimkan pasukan perangnya untuk membungkan serdadu Israel yang berani melawan perempuan dan anak-anak, itu pun dengan cara culas dan keji pula. Semoga dengan begitu, kita nggak disebut orang yang sakit jiwa, karena tak mampu melawan atau bertindak sedikit pun terhadap kebiadaban Israel yang membantai saudara-saudara kita di Palestina. Bisa jadi malah disebut gila kalo kita nggak peduli sama sekali dengan saudara kita, lalu seolah membiarkan genosida itu terus berlangsung karena tak ada perlawanan dari kita kaum muslimin. Semoga tidak demikian.

Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Orang yang paling bermanfaat bagimu adalah orang yang memberimu keleluasaan terhadap dirinya sehingga engkau bisa menanamkan kebaikan pada dirinya atau engkau memberikan kebaikan kepadanya. Dia merupakan sebaik-baik pembantumu yang memberikan manfaat bagi dirimu dan kesempurnaanmu. Jadi, manfaat yang engkau dapatkan darinya hakikatnya setara atau lebih banyak daripada manfaat yang dia dapatkan darimu. Adapun orang yang paling berbahaya bagi dirimu adalah orang yang menguasai dirimu hingga membuatmu durhaka kepada Allah karena dia. Dia pembantumu yang menimpakan keburukan kepadamu dan merugikan dirimu.” (dalam al-Fawaid, hlm. 192)

Jadi, ayo sadar diri dan jadilah orang baik dan bermanfaat bagi orang lain. Hilangkan semua penyakit jiwa di pikiran dan hati kita agar tak menjadi orang yang memberikan keburukan kepada orang lain dan tentu kerugian pada diri sendiri. Catet! [O. Solihin | TikTok @osolihin_]