OLYMPUS DIGITAL CAMERAPernah lihat buih di lautan? Ya, terombang-ambing di tengah gelombang. Perumpamaan yang masuk akal dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Kita, jumlahnya banyak. Tetapi kita mudah dilecehkan, dihina, dipermainkan hingga dibantai musuh-musuh Islam. Kaum muslimin tercerai-berai dalam lebih dari 50 negara. Kehebatan dan kemuliaannya terborgol dalam kotak-kotak sempit bernama nasionalisme, golongan, kelompok, partai, komunitas. Sungguh tak nampak kehebatannya sebagai ‘mantan’ negara adidaya yang memimpin dunia lebih dari seribu tahun lamanya.

Sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya: “Akan datang suatu masa, dalam waktu dekat, ketika bangsa-bangsa (musuh-musuh Islam) bersatu-padu mengalahkan (memperebutkan) kalian. Mereka seperti gerombolan orang rakus yang berkerumun untuk berebut hidangan makanan yang ada di sekitar mereka”. Salah seorang shahabat bertanya: “Apakah karena kami (kaum Muslimin) ketika itu sedikit?” Rasulullah menjawab: “Tidak! Bahkan kalian waktu itu sangat banyak jumlahnya. Tetapi kalian bagaikan buih di atas lautan (yang terombang-ambing). (Ketika itu) Allah telah mencabut rasa takut kepadamu dari hati musuh-musuh kalian, dan Allah telah menancapkan di dalam hati kalian ‘wahn’”. Seorang shahabat Rasulullah bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan ‘wahn’ itu?” Dijawab oleh Rasulullah saw.: “Cinta kepada dunia dan takut (benci) kepada mati”. (dalam at-Tarikh al-Kabir, Imam Bukhari; Tartib Musnad Imam Ahmad XXIV/31-32; “Sunan Abu Daud”, hadis No. 4279)

Kisah kita, yang seperti buih di lautan memang menyedihkan, memilukan, mengenaskan. Umat Islam saat ini bagaikan buih di lautan yang terombang-ambing gelombang. Siap dimangsa kapan saja dan di mana saja oleh musuh-musuhnya. Meski banyak, namun nggak ubahnya gerombolan domba yang siap saja ketika harus digiring ke tempat pen­jagalan. Rentetan kisah tragis tengah terjadi di dunia Islam. Nasib tragis kaum muslimin di Palestina, Afghanistan, Irak, Rohingya, dan negeri-negeri lainnya, membuktikan ternyata kita nggak mampu meredamnya sedikit pun. Darah dan air mata kaum muslimin begitu saja ditumpahkan, tanpa ada perlawanan berarti dari kaum muslimin yang lain. Menyedihkan memang.

Sobat muda muslim, dikisahkan ketika terjadi penyerbuan tentara Tartar dari Mongo­lia. Betapa konyol dan pasrahnya kaum muslimin saat itu, digam­barkan oleh ahli sejarah, se­orang tentara Tar­tar yang menemukan tempat persembunyian kaum muslimin (lelaki, wanita dan anak-anak). Ia berkata: “Sayang sekali, aku tidak membawa senjata untuk membunuh kalian. Awas, jangan bergerak. Tunggu sampai aku kembali membawa pedangku.” Nggak lama kemudian ia kembali dengan membawa pedangnya dan menjagal satu per­satu kaum muslimin tersebut. Nggak ada sedikit pun usaha kaum muslimin untuk mening­galkan tempat itu, misalnya dengan melarikan diri. Menyedihkan! (lebih rinci tentang kekejian dan kejahatan pasukan Tartar dalam buku al-Bidayah wan Nihayah, oleh Ibnu Kathir jilid 13, Hlm. 83-88 dan buku al-Kamil fit Tarikh, oleh Ibnul Athir, jilid 9, hlm. 329-386).

Sobat, para penguasa negeri-negeri kaum muslimin nggak kuasa menghadapi berbagai intimidasi yang berujung kepada penyerahan diri secara menghinakan. Benturan-benturan ekonomi, politik, sosial bahkan hukum dan pemerintahan, telah meng­antarkan mereka kepada penghambaan terhadap bangsa-bangsa Barat yang kufur dan jelas-jelas memerangi Islam dan kaum muslimin. Waduh, bahaya banget dah!

Melihat kenyataan ini tentu saja harus menghentikan diam kita, Bro en Sis. Jangan bengong, apalagi planga-plongo nggak jelas kayak orang bingung abis dipindahin tempat tidurnya ama jin. Berasa lagi tidur di kasur empuk ternyata pas bangun sudah ada di bis jurusan Surabaya, lalu ditagih ongkosnya ama kondektur bis. Pasti bingung banget kan? Hehehe.. ngasal banget nih gue nulis!

Yuk, kita seharusnya bangga dengan Islam dan ribuan ulama yang senantiasa menjaga Islam agar sampe kepada kita dari sumber yang asli. Itu sebabnya, meski telah lebih dari seribu tahun sejak masa kenabian Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, tapi kita tetap mengenal Islam. Al-Quran menemani kita sebagai penunjuk jalan hidup, dan ribuan kitab yang ditulis oleh ribuan ulama, bahkan mungkin jutaan ulama sebagai pewaris nabi yang siap mengenalkan Islam lebih detil. Semua itu menuntun kita untuk mengetahui syariat Islam, akidah Islam, dakwah Islam, dan keilmuan Islam lainnya, serta sejarah kedigdayaan Islam seperti di masa kekhilafahan. Kita, siap kembali mewujudkan diterapkannya syariat Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Insya Allah.

 

Salam,
Solihin

*gambar dari sini