gaulislam edisi 856/tahun ke-17 (8 Ramadhan 1445 H/ 18 Maret 2024)

Ah, jangan dong. Apalagi kalo sampai diniatkan begitu. Mestinya, taat sampai akhir hayat. Itu baru hebat. Semoga kita bisa mempertahankan keimanan kita sampai ajal menjemput. Kalo maksiat, segera bertaubat. Jangan malah kebablasan sampai akhir hayat. Rugi, dong. Padahal, kesempatan untuk bertaubat selalu ada. Setiap hari selama kita masih diberikan umur oleh Allah Ta’ala adalah kesempatan emas untuk bertaubat. Mumpung di bulan Ramadhan, banyak ampunan asalkan kita mau bertaubat kepada Allah Ta’ala. Maka, manfaatkan kesempatan ini untuk bertaubat, minta ampunan. Salah satunya, dengan menjalankan ibadah puasa. Sebab, puasa yang diniatkan karena iman dan mengharap pahala, maka dosa kita akan diampuni oleh Allah Ta’ala. Penjelasan detilnya udah di edisi pekan sebelumnya, ya. Silakan kamu cek, deh.

Sobat gaulislam, menjadi istiqamah dalam kebaikan itu sulit dan berat. Sulit karena kita harus siap menahan banyak godaan hawa nafsu. Berat karena kita juga harus mempertahankan keyakinan kita sambil kita menghalau berbagai godaan. Namun, kalo kita yakin dengan pertolongan Allah Ta’ala dan berusaha untuk tetap di jalur yang benar, semua akan dimudahkan.

Nah, kalo udah terlanjur berbuat maksiat, segera sadar dan hentikan. Ibaratnya kalo kita lagi jalan menuju suatu tempat, eh ternyata kelewatan dari jalur yang seharusnya kita lalui, ya tentu kita menghentikan laju kita, lalu kita bisa balik lagi sesuai petunjuk jalan yang diseharusnya. Itu baru bener. Jangan malah bablas semau kita, apalagi nggak mau lihat peta. Itu namanya nekat. Belum tentu ketemu jalan yang benar di depan, gimana kalo malah tersesat makin jauh?

Hidup kita juga begitu. Benar bahwa tak selamanya kita bisa berada dalam kenyamanan, ada saatnya kita nggak nyaman. Benar juga bahwa kita nggak selamanya aman, bisa jadi esok atau lusa kita dalam ketakutan. Nggak salah juga kalo ada yang bilang bahwa tak selamanya hidup itu bahagia, karena bisa jadi kita akan alami sengsara. Benar pula bila kita tak selamanya dalam kesalahan, ada saatnya jadi baik. Hidup berjalan dan mengalami berbagai situasi dan kondisi. Sama seperti perjalanan kita ke suatu tempat yang dituju. Ada jalan menanjak, jalan menurun, tikungan tajam, jalan datar, jalan bergelombang, dan seterusnya dan sebagainya. Intinya, itu semua harus kita hadapi. Jangan lari dari kenyataan.

Perjalanan hidup kita di dunia juga banyak lika-likunya. Padahal, tujuan akhirnya di akhirat yang kekal. Dunia sementara, akhirat selamanya. Sesat di dunia, sesal di akhirat. Rugi banyak, dong. Iya. Itu sebabnya, kita kudu waspada. Jangan sampai terjerumus lebih dalam kepada keburukan. Jangan terus-terusan bermaksiat. Mau sampai kapan? Jangan sampai maksiat hingga akhir hayat.

Mengapa seseorang berbuat maksiat?

Ini penting banget kita ketahui. Tujuannya agar kita bisa menghindari penyebab tersebut. Kalo mau dirunut, ada beberapa sebab yang bisa mengantarkan seseorang berbuat maksiat.

Pertama, lemahnya iman. Mengapa bisa begitu? Ya, itu terjadi karena kurangnya ilmu, kurang ma’rifatullah (mengenal Allah).  Kalo iman seseorang itu kuat, jika ngadepin maksiat, ia akan memilih membentengi diri dengan rasa takut pada Allah Ta’ala ketimbang kesenangan dunia yang sementara. Jadi, kalo iman kita kuat, insya Allah kita akan terjaga dari segala bentuk maksiat. Itu artinya, kita harus terus menguatkan keimanan kita dengan senantiasa melaksanakan ketaatan. Sebab, iman juga kadang bisa kuat, kadang malah lemah. Kuat karena berbuat taat, dan akan lemah ketika berbuat maksiat.

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah minum minuman keras ketika minumnya dalam keadaan mukmin serta tidaklah mencuri ketika mencuri dalam keadaan mukmin.” (Muttafaqun ‘alaihi, Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)

Ishaaq bin Ibraahim an-Naisaaburi berkata, “Abu Abdillah (Imam Ahmad) pernah ditanya tentang iman dan berkurangnya iman. Beliau rahimahullah menjawab, “Dalil mengenai berkurangnya iman terdapat pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah mencuri dalam keadaan mukmin.” (Diriwayatkan oleh al-Khalaal dalam kitab as-Sunnah no. 1045)

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah menambahkan, “Iman itu sebagiannya lebih unggul dari yang lainnya, bertambah dan berkurang. Bertambahnya iman adalah dengan beramal. Sedangkan berkurangnya iman dengan tidak beramal. Dan perkataan adalah yang mengakuinya.” (Diriwayatkan oleh al-Khalaal dalam kitab as-Sunnah, jilid 2, hlm. 678)

Kedua, penyebab seseorang berbuat maksiat adalah teman bergaul yang akhlaknya jelek bin buruk.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Itu sebabnya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian.” (HR Abu Daud no. 4833, Tirmidzi no. 2378, Ahmad 2/344, dari Abu Hurairah)

Bener banget ini. Banyak maksiat yang terjadi disebabkan teman bergaul yang jelek. Kamu pengennya taat, tetapi karena kamu bergaul dengan teman yang sering lalai, akhirnya lama-lama kebawa juga. Pengaruh teman gaul itu nyata banget. Kalo bergaul dengan yang akhlaknya baik, kebawa baik. Begitu juga jika gaulnya dengan yang memiliki akhlak buruk bakal kebawa buruk. Udah banyak contohnya. Waspadalah!

Ketiga, maksiat bisa saja dilakukan seseorang tersebab pandangan yang begitu bebas, tidak mau ditundukkan. Biasanya ini terjadi ketika bergaul antar lawan jenis. Mestinya ghadul bashar alias menundukkan pandangan, jangan malah jelalatan ke mana-mana. Nah, karena dari pandangan, panah iblis mulai dimainkan, maka Allah Ta’ala perintahkan, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS an-Nuur [24]: 30)

Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Maka beliau memerintahkanku supaya memalingkan pandanganku.” (HR Muslim, no. 2159)

Kamu bisa lihat sendiri di zaman sekarang, bukan lagi sekadar memandang, tetapi udah megang-megang. Banyak teman remaja yang pacaran. Mereka merasa udah biasa, udah jadi tradisi. Kalo suka sama lawan janis, ya pacaran solusinya. Itu yang ada di pikiran mereka. Nggak berpikir panjang akibatnya. Dosa udah jelas, bahaya siap mengancam. Bahaya? Iya. Sebab, kalo yang pacarannya udah kebablasan, bisa berbuat apa aja termasuk zina. Ngeri. Kalo remaja yang imannya kuat, pasti nggak akan nekat melakukan pacaran. Sebaliknya bakalan menjauhinya.

Keempat, banyak waktu luang. Beneran ini. Ketika memiliki banyak waktu luang, kita biasanya kalo nggak bengong malah aktif melakukan apa saja tetapi yang nggak produktif. Berbeda kalo waktu kita sedikit. Banyak kerjaan pula. Itu kudu pinter bagi waktu.

Waktu luang itu termasuk nikmat sebenarnya, tetapi sering dilalaikan oleh manusia, termasuk kita-kita ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang.” (HR Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)

Jadi, maanfaatkan kesehatan kita dan waktu luang kita untuk berbuat ketaatan agar iman kita bertambah kuat. Jangan malah digunakan untuk kuat berbuat maksiat. Aduh, nggak banget, deh!

Kelima, ngegampangin yang udah jelas haram. Pacaran haram, tetapi dianggap enteng. Alasannya itu sudah lumrah dilakukan banyak orang. Bahkan di bulan Ramadhan seperti sekarang banyak yang tetap pacaran. Malah ada juga yang ngawur, Ramadhan libur pacaran tetapi udah diniatkan akan dilanjut usai lebaran. Waduh, target output dari puasa selama Ramadhan nggak tercapai, dong. Kan mestinya jadi takwa kalo kita melaksanakan puasa Ramadhan dengan benar.

Itu sebabnya, bermudah-mudahan alias menganggap enteng dalam yang haram bakalan bikin rugi. Mengapa? Karena semakin bermudah-mudahan, kita bisa terjerumus dalam yang haram yang lebih parah. Bahaya banget!

Keenam, penyebab seseorang berbuat maksiat juga karena dekat dengan tempat-tempat yang dapat membangkitkan syahwat. Kayak gimana itu? Ya, seperti duduk-duduk di pinggir jalan. Karena syahwat dapat bangkit lewat pandangan ketika berada di jalan-jalan. Banyak yang bisa kita lihat, sih. Itu sebabnya, jangan sering nongkrong di jalan. Kalo pun ada keperluan, ya jangan berlama-lama. Semisal lagi safar, tentu perlu istirahat, perlu beli makanan di tempat makan, berarti akan duduk-duduk di situ. Namun, jangan terlalu lama dan jangan sering.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan”. Mereka bertanya, “Itu kebiasaan kami yang sudah biasa kami lakukan karena itu menjadi majelis tempat kami bercengkrama”. Beliau bersabda, “Jika kalian tidak mau meninggalkan majelis seperti itu maka tunaikanlah hak jalan tersebut”. Mereka bertanya, “Apa hak jalan itu?” Beliau menjawab, “Menundukkan pandangan, menyingkirkan gangguan di jalan, menjawab salam dan amar ma’ruf nahi munkar.” (HR Bukhari no. 2465)

Termasuk juga yang mudah membangkitkan syahwat adalah berada di tempat yang melalaikan dari Allah Ta’ala, semisal tempat main, tempat nongkrong dan kumpul-kumpul nggak jelas.

Sadar, berhenti, lalu taubat

Sobat gaulislam, nggak ada alasan untuk terus berbuat maksiat. Apalagi udah banyak orang yang mengingatkan agar kita berbuat taat dan segera meninggalkan maksiat. Mungkin ada yang udah nyandu berbuat maksiat, sehingga sulit untuk berbuat taat. Namun, jangan putus harapan. Berusahalah untuk menghentikan maksiat. Berat memang karena udah terbiasa. Apalagi maksiat udah jadi tabiat. Meski demikian. Pasti ada di sudut hatimu rasa penyesalan. Nyalakan kesadaran itu untuk memulai taubatmu. Mulai hentikan maksiat, lalu bertaubat.

Jangan berpikir “terlanjur basah karena main air, ya udah sekalian aja nyebur mandi”. Nggak gitu cara berpikirnya dalam urusan ini. Kalo terlanjur berbuat maksiat, segera sadar, berhenti, dan bertaubat.

Allah Ta’ala Maha Pengampun. Berapa pun banyaknya dosa yang kita perbuat, asalkan kita mau bertaubat memohon ampunan, Allah Ta’ala akan mengampuni. Firman-Nya (yang artinya), “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS az-Zumar [39]: 53-54)

Maksud ayat ini adalah kembalilah pada Allah dengan berserah diri pada-Nya sebelum datang siksaan yang membuat mereka tidak mendapat pertolongan, yaitu maksudnya bersegeralah bertaubat dan melakukan amalan shalih sebelum terputusnya nikmat. Demikian uraian Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya. So, ayo bertaubat sebelum wafat. Sebab, pengertian terputusnya nikmat adalah datangnya ajal.

Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS an-Nisaa’ [4]: 110)

Allah Ta’ala di ayat lain berfirman (yang artinya), “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS Ali Imran [3]: 135)

Yuk, bertaubat sebelum wafat. Mumpung masih diberikan umur panjang. Bertaubatlah. Apalagi sudah banyak yang menasihati. Kalo kamu ikutan di grup WhatsApp keluarga besar, atau teman-teman alumni sekolah, pasti ada anggota grup yang nge-share nasihat berupa ayat al-Quran, hadits, perkataan ulama, atau hal-hal inspiratif kebaikan lainnya. Belum lagi di medsos macam Instagram, Tiktok, X, Youtube, Telegram, dan Facebook udah banyak banget nasihat taat disebar (walau tentu bersaing dengan ajakan maksiat). Itu adalah petunjuk yang harus kita ikuti. Jangan malah main delete aja dan nggak suka dengan hal yang demikian. Atau malah sukanya dengan yang maksiat. Naudzubillahi min dzalik.

Petualangan kita akan berhenti, itu pasti, yakni saat datangnya ajal. Orang baik akan mati, orang jahat juga akan mati. Tentu, kita memilih menjadi orang baik sampai akhir hayat kita. Iman dan taat sampai akhir hayat. Itu sebabnya, hentikan maksiat lalu taubat dan tak mengulanginya lagi. Mumpung masih ada waktu. Isi hari-hari kita dengan amal shalih dan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Semoga dimudahkan. [O. Solihin | IG @osolihin]